By: Ratih Poeradisastra
Photos : Endro S. Markam
Artikel ini diambil dari sini
Laweyan sejak seabad yang lalu sampai sekarang dikenal sebagai pusat pembuatan batik di Solo. Banyak saudagar batik tinggal di kecamatan ini, salah satunya adalah Pusposumarto.
Rumahnya yang dibangun pada 1938 kemudian dibeli oleh Krisnina Maharani, istri politisi Akbar Tandjung, pada 1997.
Rumah di atas lahan 2000 meter persegi ini kemudian dijadikan hotel pada 2000.
“Tidak ada bangunan yang diubah, semua masih seperti aslinya. Hanya fungsi ruangannya saja yang diubah, dari kamar pribadi menjadi tempat menginap para tamu. Hampir semua mebelnya juga asli,” cerita Nina Tandjung di Roemahkoe, nama hotelnya di Jalan DR. Radjiman 501.
Di belakang hotel yang memiliki 14 kamar ini terdapat sebuah jalan kecil di mana kita dapat melihat para pengrajin melukis berbagai motif batik.
Dinding-dinding hotel ini dihias lukisan, cermin, dan pernak-pernik lain bernuansa etnik Jawa klasik. Salah satu dindingnya dihias 30 piring keramik yang masing-masing dihias lukisan seorang dewa pelindung bagi setiap wuku. Wuku adalah waktu di mana sistem perhitungan pancawara (pasaran) dan saptawara (pekan) bertemu.
Pancawara terdiri dari lima hari (Paing, Pon, Wage, Kliwon dan Legi) dan saptawara terdiri dari tujuh hari. “Ini zodiak versi Jawa,” ujar Nina yang lahir di Solo dan pada 10 Mei 2015 meluncurkan buku karyanya, Keraton Kasunanan Kisah Kebangsaan Dari Solo.
Pada dinding lain dihias foto-foto peristiwa bersejarah dan tokoh-tokoh seperti Presiden Sukarno dan Kyai Haji Samanhudi, pendiri Sarekat Dagang Islam yang lahir di Laweyan pada 1868.
Organisasi ini membela kepentingan pedagang batik pribumi yang diperlakukan tidak adil oleh pemerintah kolonial Belanda. Sarekat Dagang Islam berkembang pesat ke berbagai daerah dan berubah menjadi Sarekat Islam. Haji Oemar Said Tjokroaminoto kemudian bergabung menjadi tokoh Sarekat Islam yang dikenal gigih melawan penjajah Belanda.